Hari ini, sudah setahun lamanya aku
berstatus jomblo dan mereka mengolok-olokku dengan menyebut “tidak ada
cintanya.”
“Nooo,” aku bilang.
Aku masih dengannya. Kami masih
berhubungan baik , kami masih menjaga perasaan satu sama lain dan kami masih
saling menyayangi. Namun, apa yang sudah kami ucapkan tak bisa ditarik lagi.
Itu saja.
Dia lelaki baik yang tidak jahat.
Namun, dia memiliki sikap cuek dengan
bermodal ketulusan. Setengah tahun terakhir kami jarang berkabar satu sama
lain. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin mulai membatasi dan menyelamatkan
hati.
Malam ini, beberapa detik menjelang
tidur, sempat-sempatnya aku mengunjungi akun instagramnya. Aku menemukan hal
yang mencurigakan sampai pada akhirnya aku dapat menarik kesimpulan bahwa aku
telah tergantikan dengan perempuan lain.
Damn! Aku
menangis hingga tertidur. Tentu saja paginya mataku membesar alias bengkak. Aku
memutuskan untuk pulang kampung karena sudah tak ada lagi kepentingan di sini,
kota perantauan dan libur masih panjang. Walau hujan aku nekad menembusnya
dengan air mata. Saat itu tak ada yang tahu bahwa aku menangis ditengah
derasnya hujan. Sepertinya bumipun ikut berduka atas keadaanku.
Tiga minggu terakhir ini sering
sekali ngerasa pengen nangis, tak ada nafsu makan hingga tubuhku mengalami
penurunan daya tahannya. Aku tidak mungkin terus seperti ini. Melepas dan
menunggunya tanpa tahu kapan dia akan kembali dan apakah dia mau kembali? Sempat
satu kalimat tanya bodoh ini terucap dibenakku, “Bagaimana aku menghadapi
hari-hari selanjutya? Yang walau sudah lama tanpanya, tapi aku tahu ia masih
sendiri, kini aku telah mengetahui ia
sudah dengan perempuan lain.”
Aku bersumpah hanya itu kalimat bodoh
yang pernah ada dalam pikiranku. Untuk hidupku selanjutnya, jangan pernah ada
kalimat semacam itu lagi. Kemudian setelah aku melakukan tahajjud dibeberapa
malam waktu yang telah diberikan-Nya untukku, aku menyadari niatku slama
ini salah.
“Ya Rabb, maafkan aku yang slama ini
mengatas namakan namanya untuk menjaga diriku dari lawan jenis lainnya demi
menjaga perasaannya. Memelihara perasaan yang belum halal dengan waktu yang
tidak sebentar. Menyiksa batinku dengan terus menerus memaksa menikmat luka dan
kerinduan yang melanda.
“Bila mencintaimu membuat Allah
begitu amat cemburu maka aku akan berhenti.” Mungkin juga ini efek dari dosa
yang pernah aku lakukan. Setelah ikhlas melepasnya, aku bisa selepas ini. Andai
tahu dari dulu, aku akan berusaha
melepasnya sekilat mungkin.
Kini dibatasi. Hanya satu kali dalam
seminggu aku boleh menuliskan tentangnya yang sekarang ini hatinya sudah bukan
untukku lagi. Begitu juga dengan hatiku.
“Dibatasi siapa?” Dibatasi oleh
diriku sendiri. Ya, itulah peraturan untuk diriku sekarang.
“Jika dia jodohku biarkan aku dan dia
tak pernah menyatu dalam jumpa. Namun melebur tuk saling menyempurnai. Jika
tidak, aku ikhlas. Bukankah akupun sudah membuang rasa yang belum sepantasnya
ini?” pikirku.
Tak ada niatan untuk menandinginya
dengan mencari penggantinya. Saat ini aku tak boleh berharap pada manusia,
karena berharap pada selain Dia itu merupakan
hal yang berujung menyakitkan hati. Tak perlu sibuk mencari cinta dari
manusia jika cinta dari Allah sudah ada di depan mata bukan?
Tak berkabar bukan berarti berhenti
saling mendoakan pada Yang Kuasa. Mendoakanmu(nya/dia) agar hajatmu yang ingin
memperbaiki diri kemarin disegerakan oleh Allah menjadi hobiku.
Apakah itu juga yang dirasakan oleh
Fathimah pada Ali yang menimbun rasa dalam senyap, hingga Allah pertemukan
mereka dalam ikatan suci? Ah terlampau jauh jika aku disejajarkan dengan
mereka. Sebab pada nyatanya kita pernah menjalin hubungan asmara dengan
terang-terangan dan baru saja aku memilih melambaikan tangan.
Namun tak mengapa, kita berpisah
karena Allah, memilih saling melepaskan agar tak ada lagi pertemuan-pertemuan
yang tak diridhai-Nya. Agar tak ada lagi harapan-harapan yang ditujukan pada
selain-Nya. Agar tak ada lagi angan-angan yang mengganggu sujud kita kepada-Nya
dan agar tak ada lagi cerita-cerita yang digubah tanpa melibatkan-Nya. Kebaikan
akhirat kita, jauh lebih penting dari perasaan ini bukan?
Maa fii qalbii ghairullah (tiada sesiapa dihatiku selain Allah).
Komentar
Posting Komentar